Judul : Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai)
Penulis : Marah Rusli
Penerbit : Balai Pustaka
tahun terbit:1922
Cetakan : 2002
Halaman : 271 halaman
Tokoh : Sitti Nurbaya,
Samsulbahri, Datuk Maringgih, Baginda Sulaiman, Sutan Mahmud, Sitti Maryam, Sitti Alimah,
Pak Ali, Arifin, Bakhtiar
Sinopsis
Dua orang anak muda tampak bernaung di
bawah pohon sekitar pukul satu siang. Mereka adalah Sitti Nurbaya dan
Samsulbahri. Anak laki-laki yang sering dipanggil Sam oleh teman-temannya
adalah anak Sutan Mahmud Syah, Penghulu di Padang dan temannya yang dipanggil
Nur adalah anak Baginda Sulaiman, seorang saudagar kaya di Padang. Mereka
berteman sudah sejak lama. Mereka selalu bersama-sama. Hingga suatu hari,
Samsulbahri harus berangkat ke Jakarta untuk melanjukan sekolahnya. Sebelum
berangkat Samsulbahri menyatakan cintanya pada Sitti Nurbaya. Dan ternyata
perasaan itu terbalas. Sungguh berat rasanya bagi mereka karena harus berpisah.
Besoknya Samsulbahri dan teman-temannya, Arifin dan Bakhtiar berangkat untuk
melanjutkan sekolah ke Sekolah Dokter Jawa dan Sekolah Opseter di Jakarta.
Sudah tiga bulan sejak kepergian Samsulbahri. Nurbaya termenung ketika seorang
Pak Pos memberikan surat dari Samsulbahri. Setelah selesai membaca surat, dia
tertidur. Kira-kira pukul dua malam dia terbangun karena 3 buah tokonya
terbakar. Sutan Mahmud curiga bahwa toko itu sengaja dibakar tapi dia tidak
tahu siapa pelakunya karena sepertinya Baginda Sulaiman tidak punya musuh.
Belum cukup musibah itu, 5 perahu yang mengangkut kapal miliknya tenggelam.
Sehingga ayahnya meminjam uang kepada Datuk Maringgih. Tetapi dalam 3 bulan ia
selalu rugi. Pohon kelapanya pun berbusuk dan tidak berbuah lagi. Bila dia
tidak bisa melunasinya maka dia akan di penjara dan disita rumahnya. Karena tak
tega pada ayahnya, Sitti pun akhirnya menikah dengan Datuk Maringgih. Saat
bulan Ramadhan, Samsu pulang dan menemui Sitti. Mereka berdua pun
bercakap-cakap dan tanpa sengaja terbawa perasaan karena lama tak bertemu. Mereka
berpelukan dan berciuman dan tanpa sengaja dilihat oleh Datuk Maringgih. Datuk
Maringgih marah karena mereka bertemu diam-diam. Terjadilah keributan. Baginda
Sulaiman buru-buru keluar dari biliknya dan ketika dia menurubi tangga,
jatuhlah ia terguling-guling dan akhirnya meninggal. Sitti marah dan mengusir
Datuk Maringgih dari rumahnya. Ayahnya pun dikuburkan di Gunung Padang.
Sementara itu ayah Samsu mengusir Samsu dari rumahnya. Ibunya menangis dan
akhirnya jatuh sakit. Pada saat itu juga Sitti dan Datuk Maringgih bercerai.
Sitti pun tinggal di rumah sepupunya, Sitti Alimah. Sitti hanya termenung
memikirkan kepergian Samsulbahri, Alimah yang melihat Sitti sedang termenung
berusaha menghiburnya. Dan Alimah menyarankan untuk menyusul Samsu ke Jakarta.
Sitti menyetujuinya dan akan berangkat Sabtu depan. Sitti merasa lega dan
terlelap tidur besama Alimah. Kemudian Sabtu depan Nurbaya dan Pak Ali menaiki
kapal dan akan segera berangkat ke Jakarta. Mereka tidak menyadari dua orang
laki-laki mengikuti mereka. Mereka adalah Panglima Tiga dan Panglima Lima..
Panglima Tiga kembali ke Padang untuk memberitahukan Datuk Maringgih. Sedangkan
Panglima Lima masih mengikuti Sitti Nurbaya. Di kapal tiba-tiba ada badai,
Sitti pun duduk di kursi. Tiba-tiba Panglima Lima muncul dan hendak melempar
Sitti ke laut. Tapi Sitti duluan minta tolong dan Pak Ali pun segera
menolongnya. Mendengar banyak orang yang datang, Sitti Nurbaya pun disuruh
beristirahat di kamar sakit. Saat kapal tiba, Samsu segera menuju kamar sakit
dan menjenguk Sitti. Tiba-tiba datang schout memeriksa dan menyerahkan surat
pada Samsu yang ternyata berasal dari Datuk Maringgih yang isinya menuduh Sitti
mengambil barang-barang milik Datuk Maringgih. Ketika tidak ditemukan apa-apa
mereka pun keluar dari kapal itu. Pada suatu ketika, tampak Sitti Nurbaya dan
Sitti Alimah sedang becakap-cakap. Ketika mereka sedang bercakap-cakap
didengarlah suara tukang jualan kue. Sitti membeli 4 buah lemang. Ketika dia
memakannya dia pun tertidur. Setelah diperiksa, ternyata dia sudah tidak
bernapas lagi. Ternyata yang menjual kue itu adalah Pendekar Empat, anak buah
Datuk Maringgih. Ibu Samsu yang sakit keras di kampung sebelah pun tiba-tiba
berpulang. Makam kedua jenazah ini dikuburkan dekat makam Baginda Sulaiman.
Samsu yang mendengar kabar ini merasa sedih dan terpukul. Dia pun menembakkan
pistol ke kepalanya hingga berlumuran darah. Sepuluh tahun kemudian tampak dua
orang opsir berjalan. Salah satunya adalah Letnan Mas yang gagah berani di
medan perang sehingga tanda bintang pun menghiasinya. Suatu hari dia ditugaskan
ke Padang untuk memungut uang belasting. Karena masyarakat disana tak setuju
dengan peraturan itu, terjadilah kerusuhan. Tampak Datuk Maringgih ikut
menyerang. Letnan Mas pun segera menyerangnya. Setelah diamati, ternyata Letnan
Mas adalah Samsulbahri. Betapa terkejutnya dia, tetapi peperangan tetap
berlangsung. Hingga pistol Samsu mengenai Datuk Maringgih dan parang Datuk
Maringgih mengenai Samsu. Terkaparlah mereka berdua. Letnan Mas segera dibawa
ke dokter. Disana dia meminta untuk bertemu dengan Sutan Mahmud. Setelah itu,
dia pun meninggal. Beberapa tahun kemudian Sutan Mahmud pun meninggal. Di
Gunung Padang tampak 5 buah nisan berjejer. Dimana itu adalah makam dari
Baginda Sulaiman, Sitti Nurbaya, Samsulbahri, Sitti Maryam, dan Sutan Mahmud.
UNSUR INTRINSIK:
Karakter dan sifat Tokoh-tokoh pada Novel:
Siti
Nurbaya : baik, rela berkorban
demi ayahnya.
Samsulbahri
: baik, bijak, rela berkorban demi Siti Nurbaya.
Baginda Sulaiman : Pasrah pada nasib, kurang bijak,
rela mengorbankan anaknya demi membayar hutang.
Sultan Mahmud : Kurang berpikir panjang, tidak bijak dan
terlanjur terburu- buru dalam membuat keputusan.
Datuk Maringgih : culas, moralnya
bobrok, serakah, jahat, biang masalah.
b) Latar (Setting)
Di kota Padang dan di
Stovia, Jakarta (tempat sekolah Samsulbahri) Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan
"kapan" terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan. Latar Waktu
dalam Novel: pada masa dimana Kota Padang masih terjadi banyak huru hara juga saat
dimana moral masih bobrok. Latar Sosial
Latar sosial merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan
dosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar
sosial dapat berupa kebiasaan hidup, istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan
hidup, cara berpikir dan bersikap, serta hal-hal lainnya. Latar Sosial dalam
Novel: Merupakan banyak mengandung unsur adat-istiadat Melayu.
c) Alur (Plot)
Saat ayah siti Nurbaya masih sukses. (Bukti:
Ibunya meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, maka bisa dikatakan
itulah titik awal penderitaan hidupnya. Sejak saat itu hingga dewasa dan
mengerti cinta ia hanya hidup bersama Baginda Sulaiman, ayah yang sangat
disayanginya. Ayahnya adalah seorang pedagang yang terkemuka di kota Padang.
Sebagian modal usahanya merupakan uang pinjaman dari seorang rentenir bernama
Datuk Maringgih.) - peristiwa-peristiwa mulai bergerak (generating
circumtanses): Datuk Maringgih mulai culas. (Bukti: Pada mulanya usaha
perdagangan Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat. Hal itu tidak dikehendaki
oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Maka untuk melampiaskan keserakahannya
Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Baginda
Sulaiman. Dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan
tak sanggup membayar hutang-hutangnya pada Datuk Maringgih. Dan inilah
kesempatan yang dinanti-nantikannya. Datuk Maringgih mendesak Baginda Sulaiman
yang sudah tak berdaya agar melunasi semua hutangnya. Boleh hutang tersebut
dapat dianggap lunas, asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya,
puterinya, kepada Datuk Maringgih.) - keadaan mulai memuncak (rising action):
Samsulbahri mengetahui nasib Siti Nurbaya. (Bukti: Siti Nurbaya menangis
menghadapi kenyataan bahwa dirinya yang cantik dan muda belia harus menikah
dengan Datuk Maringgih yang tua bangka dan berkulit kasar seprti kulit katak.
Lebih sedih lagi ketika ia teringat Samsulbahri, kekasihnya yang sedang sekolah
di stovia, Jakarta. Sungguh berat memang, namun demi keselamatan dan
kebahagiaan ayahandanya ia mau mengorbankan kehormatan dirinya. Samsulbahri
yang berada di Jakata mengetahui peristiwa yang terjadi di desanya, terlebih
karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan tentang nasib yang
dialami keluarganya.) - mencapai titik puncak (klimaks): Samsulbahri dan Datuk
Maringgih saling bunuh. (Bukti: Sepuluh tahun kemudian, dikisahkan dikota
Padang sering terjadi huru-hara dan tindak kejahatan akibat ulah Datuk
Maringgih dan orang-orangnya. Samsulbahri yang telah berpangkat Letnan dikirim
untuk melakukan pengamanan. Samsulbahri yang mengubah namanya menjadi Letnan
Mas segera menyerbu kota Padang. Ketika bertemu dengan Datuk Maringgih dalam
suatu keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsulbahri menembaknya. Datuk
Maringgih jatuh tersungkur, namun sebelum tewas ia sempat membacok kepala
Samsulbahri dengan parangnya.) - pemecahan masalah/ penyelesaian (denouement):
setelah membunuh Datuk Maringgih, Samsulbahri pun akhirnya tewas tanpa mendapatkan
gadis pujaannya Siti Nurbaya. (Bukti: Samsulbahri alias Letnan Mas segera
dilarikan ke rumah sakit. Pada saat-saat terakhir menjelang ajalnya, ia meminta
dipertemukan dengan ayahandanya. Tetapi ajal lebih dulu merenggut sebelum
Samsulbahri sempat bertemu dengan orangtuanya dan Siti Nurbaya yang telah
mendahuluinya.)
d) Sudut Pandang
(Point of View)
Sudut pandang adalah
visi pengarang dalam memandang suatu peristiwa dalam cerita. Untuk mengetahui
sudut pandang, kita dapat mengajukan pertanyaan siapakah yang menceritakan
kisah tersebut? Ada beberapa macam sudut pandang, di antaranya sudut pandang
orang pertama (gaya bercerita dengan sudut pandang "aku"), sudut
pandang peninjau (orang ketiga), dan sudut pandang campuran. Sudut Pandang
dalam Novel : sudut pandang orang ke-3. e) Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah cara
khas penyusunan dan penyampaian dalam bentuk tulisan dan lisan. Ruang lingkup
dalam tulisan meliputi penggunaan kalimat, pemilihan diksi, penggunaan
majas,dan penghematan kata. Jadi, gaya merupakan seni pengungkapan seorang
pengarang terhadap karyanya. Gaya Bahasa Novel: Gaya Bahasa novel ini adalah
Melayu.
f) Tema
Tema
Novelnya adalah kisah cintayang tak kunjung padam dari sepasang anak manusia
yaitu Siti Nurbaya dan Samsulbahri.
g) Amanat
Amanat yang terkandung dalam Novel: - Demi
orang-orang yang dicintainya seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja
meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Lebih-lebih
pengorbanan tersebut demi orang tuanya. - Bila asmara melanda jiwa seseorang
maka luasnya samudra tak akan mampu menghalangi jalannya cinta. Demikianlah
cinta yang murni tak akan padam sampai mati. - Bagaimanapun juga praktek lintah
darat merupakan sumber malapetaka bagi kehidupan keluarga. - Menjadi orang tua
hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu persoalan hanya untuk
menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin berakibat penyesalan yang tak
terhingga. - Dan kebenaran sesungguhnya di atas segala-galanya. - Akhir dari
segala kehidupan adalah mati, tetapi mati jangan dijadikan akhir dari persoalan
hidup.
IDENTIFIKASI UNSUR EKSTRINSIK:
1. Keadaan
subjektivitas pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup.
Keadaan Subjektivitas: pengarang berusaha melakukan inovasi baru, dengan
menggebrak Sastra Indonesia Modern dengan melncurkan novel ini dengan gaya
bahasa sendiri. Pandangan hidup penulis adalah pandangan hidup ke depan dan
penuh inovasi baru. Dan juga tak terpaut juga terkekang dengan adat istiadat
lama.
2. Psikologi pengarang
(yang mencakup proses kreatifnya). Psikologi pengarang: merasa terkekang dengan
adat istiadat lama, dan melakukan terobosan dengan mengarang buku novel, “Siti
Nurbaya”.
3. Keadaan di
lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial. Keadaan yang
terjadi: masih terkekang dalam kehidupan adat istiadat yang masih kuno, baik
dari segi ekonomi, politik dan sosialnya. Lalu pengarang berusaha membuat
terobosan baru dengan karyanya. 4. Pandangan hidup suatu bangsa dan berbagai
karya seni yang lainnya. Pandangan yang terjadi: pada saat itu pandangan karya seni cenderung
monoton, dan gaya bahsanya hanya itu saja, jadi Marah Rusli membuat gebrakan
dengan memunculkan gaya bahasa Melayu.
Kelebihan dan kekurangan novel :
Kelebihan : dapat memetik nilai moral yang
terkandung dalam cerita, sperti pengorbanan cintanya demi orang tua
dan pengorbanan seorang kekasih yang memperjuangkan cinta
meski cinta itu tak sampai .
Kekurangan : buku ini masih
menggunakan campuran kata berbahasa padang yang tidak semua orang mengerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar